Pages

________________________________________________________________________

Komunikasi Politik dan Pembangunan (Rabu, 17 / 2 / 2010)




Dosen : Bpk. Eko Harry Susanto

Topik pembahasan pertemuan pertama dengan pembawaan judul komunikasi politik dan pembangunan ini di kutip dari buku yang telah di buat dari Dr. Eko Harry Susanto sebagai landasan dari topic pembahasan.

“Komunikasi politik dan otonomi daerah : tinjauan terhadap dinamika politik dan pembangunan”

Menurut Nimmo (1993:8):komunikasi politik adalah komunikasi yang mengacu pada kegiatan politik.

Sedangkan yang dimaksud dengan pembicaraan politik adalah pembicaraan yang mengandung bobot politik termasuk dalam komunikasi politik, ketika komunikasi berada di dalama masyarakat, biasanya selalu terkait dalam komunikasi politik.

Sedangkan menurut Rush & Althoft (1997:225) mengatakan komunikasi politik merupakan transmisi informasi yang secara politis dari satu bagian system, politik kepada system politik yang lain, dan antara system social dan system politik merupakan unsure dinamis dari suatu system politik.

Dan juga menurut Krans & Davis (1976:7), komunikasi politik adalah merupakan proses komunikasi massa termasuk komunikasi antar pribadi dan elemen-elemen di dalamnya yang mempunyai dampak terhadap perilaku politik. Dengan pendanaan oleh pengusaha, dapat juga berhubungan dengan hal-hal politik

Dalam komunikasi politik ini mempunyai beberapa komponen seperti:

- Komunikator Politik
Adalah pribadi yang memiliki kemampuan dalam komunikasi politik

- Pesan Politik
Pesan yang di sampaikan dari komunikator kepada komunikan

- Media Komunikasi Politik,
Adalah alat bantu teknologi yang digunakan oleh komunikator untuk mewujudkan proses penyampaian pesan politik kepada komunikan/khalayak/receiver secara lebih praktis dan mudah. Seperti tv, radio, koran, majalah, internet, dll

- Khalayak komunikasi politik
Adalah komunikan atau orang yang telah menerima pesan politik yang berasal dari komunikan, baik secara langsung maupun melalui media massa

- Dampak komunikasi dan politik yaitu konsekuensi dari sosiologi politik
Artinya dalam proses terjadinya sosiologi politik maka, akan terjadi dampak komunikasi politik

PEMBANGUNAN

Dalam topic diskusi pembangunan kita melihat ada nya perbedaan dengan modernisasi yang di mana modernisasi berhubungan kerap dengan komunikasi sedangkan pembangunan tidak harus selalu mengikuti oleh kedekatan komunikasi

Sehingga banyak paham paham yang dikemukankan oleh para ahli

- Rostow (1960:57) yang menyatakan bahwa, “pembangunan adalah sesuatu yang terus maju, dari suatu tahap yang primitif ke tahap yang lebih maju”.

- McQuail (1987:97) prinsipnya menyatakan, media paling baik digunakan secara terencana untuk menimbulkan perubahan dengan menerapkan dalam program pembangunan berskala besar.

- Samuel P. Huntington (1976:30) melihat modernisasi merupakan proses bertahap dari tatanan yang primitif dan
sederhana menuju tatanan yang maju dan kompleks.

Termasuk kutipan yang di berikan dalam pembahasan dari kebijakan pemerintah ndalam jajak pendapat pada tahun 2005 yang di bahas oleh Dr. Eko Harry Susanto

Sungguh enak membaca Jajak Pendapat Kompas tentang politik, ekonomi dan bidang lainnya sepanjang tahun 2005. Tanpa harus menelusuri beragam berita sebelumnya yang bisa mengkerutkan dahi, kita disuguhi gambaran yang ringan, mudah dicerna namun tetap memiliki bobot yang signifikan untuk memperoleh gambaran penyelenggaraan pemerintahan dan negara.

Ada berbagai ragam jajak pendapat yang patut digunakan sebagai referensi untuk melangkah ke depan di tahun 2006. Topik menatap Politik dengan Bimbang yang diulas panjang lebar (Kompas, 26 Desember 2006), menghasilkan sejumlah besar pertanyaan yang menggelitik pikiran. Intinya , ada asumsi bahwa responden dalam mengungkapkan Jajak Pendapat masih terkendala oleh kekuasaan negara yang sangat kuat dan bisa saja menakutkan bagi masyarakat untuk secara terbuka mengungkapkan pendapatnya.

Lihat jawaban responden tentang keyakinan terhadap perilaku elite politik yang lebih baik pada tahun 2006, dari sepuluh kota besar yang menjadi sampel Jajak pendapat, 50 % atau pada lima kota, tiga berada di Pulau Jawa dan dua terdapat di Sulawesi serta Papua mengungkapkan ketidakyakinannya bahwa perilaku elite politik akan lebih baik. Bandingkan dengan pertanyaan lain yang mengemukakan “ yakin atau tidak yakinkah anda pada tahun 2006 kondisi perpolitikan di Indonesia akan lebih baik”. Jawaban yang diperoleh dari responden adalah harapan yang melambung tinggi dari sepuluh kota besar di Indonesia, tanpa perkecualian, semuanya mengungkapkan keyakinannya tentang kondisi politik tahun 2006 yang lebih baik. Bahkan responden dari Banjarmasin memiliki optimisme yang luar biasa besarnya dengan tingkat keyakinan mencapai 90,5 persen.


Subyektivisme Penilaian

Barangkali tidak ada masalah yang perlu dirisaukan dari hasil Jajak Pendapat itu, tetapi jika ditelaah lebih rinci dan dikaitkan dengan aspek historis tentang hegemoni negara terhadap rakyatnya, maka akan muncul sederetan asumsi bahkan prejudice terhadap perilaku responden yang tiada berdaya ketika harus menilai pemerintah. Betapa sulitnya untuk mengungkapkan dengan sumbang keterlibatan kekuasaan negara secara negatif. Namun demikian, di satu sisi masyarakat cenderung lebih bebas mengekspresikan pendapatnya ketika yang menjadi obyek pertanyaan adalah individu atau sekelompok orang yang ada dalam ikatan instutusi partai politik.

Secara umum dapat ditegaskan bahwa menilai elite politik adalah hak individual yang tidak terkait dengan jarak kekuasaan sehingga responden lebih bebas untuk mengekspresikannya penilaiannya, sedangkan menanggapi perpolitikan secara makro dapat dianalogikan dengan mempersepsikan kebijakan pemerintah yang memiliki fungsi mengikat terhadap rakyatnya.

Dalam perspektif metodologi penelitian, terdapat salah satu faktor yang mempengaruhi permasalahan penelitian yaitu ketika responden terbelenggu ataupun terperangkap dalam Hawthorne effect, dimana responden mengalami kebereaksian (reactivity), dengan tidak mau mengungkapkan atau berperilaku sewajarnya karena berbagai pertimbangan yang sangat kompleks untuk kepentingannya sendiri ataupun kelompoknya.

Jajak pendapat yang diselenggarakan oleh Kompas tentu saja diketahui oleh responden, karena umumnya dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode pencuplikan sistematis berdasarkan buku telpon. Dengan demikian, sangat mungkin bahwa jawaban responden yang menilai pemerintah cenderung “mencari aman” dan responden juga masih terpengaruh oleh trauma kedigdayaan penguasa masa lalu yang tidak suka penilaian negatif.

Apresiasi responden ketika menanggapi kebijakan pemerintah yang muncul dalam beberapa Jajak Pendapat Kompas, menunjukkan angka yang menggembirakan aparat atau penyelenggara negara. Bahkan carut marut industri perkayuan (Kompas, 20 Desember 2005) dengan penebangan liarnyapun ditanggapai dengan optimisme. 55 persen responden di sepuluh kota besar di Indonesia berpendapat bahwa pemerintah serius dalam menindak perusak lingkungan di daerahnya dan hanya 39 persen yang menjawab tidak serius.

Masih dalam Kompas (20 Desember 2005), soal pengungsi di Poso Sulawesi Tengah, responden yang merasa puas terhadap kinerja pemerintah dalam menangani pengungsi mencapai 47,6 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang merasa tidak puas hanya memperoleh 36,9 persen. Jawaban senada dari responden tampak pula dalam Jajak Pendapat tentang terorisme, dengan pertanyaan “ puas atau tidakkah anda dengan upaya pemerintah daerah anda dalam mencegah tindakan terorisme di daerah anda”, sejumlah 66,6 persen mengkekspresikan kepuasannya, sementara yang tidak puas hanya dalam kisaran 26,1 persen. (Kompas, 20 Desember 2005) . Jajak Pendapat lain dengan topik yang berbeda di Kompas, umumnya menghasilkan angka – angka yang cenderung sama ketika menilai kebijakan pemerintah dan mengeksprersikan citra institusi di luar pemerintahan.

http://ekoharrysusanto.wordpress.com/2010/03/02/komunikasi-politik-tahun-2005/

Enter your email address:

dapatkan artikel terbaru dari kamiNews

0 komentar:

Posting Komentar